***
"Dengan ini, dewan hakim menyatakan, yang bersangkutan tidak bersalah."
Tok! Tok!
"
Allahu Akbar!"
***
"Woi! Minggir! Satpol sialan! Berani lo ya!
Allahu Akbar!"
***
"Kami! Para demonstran menuntut mundur Beliau sekarang juga! Rekan-rekan, ayo kita seret dia keluar!
Allahu Akbar!"
***
"Demi agama dan akidah kita, serang rumah ibadah dan bacok mereka!
Allahu Akbar!"
***
"Pemirsa, kami disini melaporkan dari tempat akan dipindahkannya rutan para tersangka kasus pengeboman. Baik. Kita lihat mereka telah keluar dan sedang menuju ke mobil yang akan membawa mereka ke rutan mereka yang baru.
"Bagaimana tanggapan Anda dengan pemindahan rutan Anda?"
"
Allahu Akbar!"
***
*) Ilustrasi di atas, hanyalah fiktif belaka. Kesamaan tempat dan peristiwa, merupakan kebetulan yang disengaja.
***
Kumatikan televisi. Kubuang koran.
Edan... Kenapa kalimat takbir jadi pasaran begini ya? Terdakwa, kriminal, demonstran, ‘wakil rakyat' yang
berantem di gedung DPR, pembukaan pidato, semua ‘melafalkan' kalimatullah seolah kalimat itu hal yang remeh saja.
Posted by Widhi Satya
|
at
13.26
|
"Ouch! Sakit...."
***
Masih kuingat, aku terseret bersama motorku. Setiap detail kejadiannya. Bunga api di jalan raya, proses demi proses menyakitkan itu ter-flashback di ingatanku. Seperti sebuah video yang memutar ulang kejadian langka itu. Tentu aku tak mengharapkan dalam video flashback imajinasiku, aku terseret bersama motorku sama persis seperti ketika Lorenzo terseret bersama motornya ketika balapan.
Kupegangi lututku... perih... telah berkali-kali aku jatuh dari motor, tapi baru kali ini kurasakan sakit seketika. Sedikit kusyukuri, karena setahuku, jika terasa sakit tepat setelah jatuh, artinya sakitnya hanya sementara. Beda dengan kecelakaanku yang lain dulu, aku langsung bisa bangkit dan seolah tidak terjadi apa-apa, tapi malam dan hari-hari berikutnya, kuhabiskan dengan terkapar di tempat tidur.
Posted by Widhi Satya
|
at
13.07
|
Menunggu...
Orang bilang membosankan. Orang bilang memuakkan. Akan coba kubuktikan. Apakah benar demikian?
***
Menunggu membosankan karena 'menunggu'. Jadi, akan kubuat menunggu itu bukan hanya 'menunggu'.
***
Di sini, di tepi keramaian jalan raya, akan kulewati proses menungguku dengan menuliskan apa saja yang seketika terlintas di mata, telinga, maupun pikiranku.
Posted by Widhi Satya
|
at
12.52
|
Apa yang terpikir di benak Anda ketika membaca judul di atas?
Bukan..
Saya tidak akan menuliskan hal-hal mistis, seram, ataupun horor.
Ini cuma tulisan iseng. Jika Anda termasuk orang yang iseng, silakan lanjutkan membaca. Sebaliknya, jika Anda bukan orang yang iseng, silakan lanjutkan membaca. (lho? Sama saja! :p)
Posted by Widhi Satya
|
at
12.40
|
Tuhan...
Bolehkan aku mengintip sedikit, cukup wajahnya saja Tuhan, siapa yang jadi istriku kelak… Karena, jika telah kuketahui sosoknya sebelumnya.. Aku tak perlu khawatir akan keraguanku.
Pun, jika dia masih jauh dari jangkauanku, dengan senang hati aku akan memperjuangkannya, meskipun harus bercucur keringat darah karenanya.
Tuhan...
Tahukah Engkau Tuhan... Karena Engkau begitu pelit dengan segala rahasia-Mu, telah banyak hati yang terzalimi. Bahkan mungkin, nyaris melakukan tindakan yang jauh dari ampunan-Mu, yaitu merebut minuman yang harusnya menjadi hak serangga. Tak kasihan kah kau pada serangga itu Tuhan...
Ah! Maaf Tuhan... Jadi OOT. Jangan di-bata ya Tuhan.. :D
Posted by Widhi Satya
|
at
13.13
|
"Kamu suka melamun?"
"Pernah. Tapi ga sering"
"Aku tanya, kamu suka melamun?"
"mmm ..."
***
Posted by Widhi Satya
|
at
11.03
|
Markus, Gayus, dan segala macam isu yang berkaitan dengannya menjadi menu utama berbagai headline media baik cetak maupun elektronik. Juga menjadi buah bibir masyarakat yang 'sadar berita'. Berbagai macam opini serta wacana bermunculan, baik dari pakar di bidangnya masing-masing, maupun suara-suara dari citizen jurnalism.
Dari semua yang kubaca, kulihat, kudengar (sejauh ini), semuanya serempak, sepakat, membentuk jama'ah untuk menghakimi 'nista' aktor dibalik kasus-kasus tersebut. Pembelaan dalam bentuk apapun akan segera ditanggapi dengan picingan mata apatis.
Posted by Widhi Satya
|
at
15.35
|