Apa yang biasanya kautemui di depan rumahmu  ketika bangun dari tidurmu? Apa yang biasa kau lihat? Apa yang biasa kau  hirup? Apa yang biasa kaurasakan? Tepat setelah kau bangun dari tidurmu  dan kau buka pintu rumahmu?
Pernahkah kau bayangkan, ketika kau  buka matamu, yang biasa kau temui di pagi harimu, segalanya menjadi jauh  berbeda?
Ketika kau membuka mata. Ada pemandangan yang tak  pernah kau kira. Ketika kau membuka mata. Ada Gaza.
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
14.47
 | 
		  
 
"Ini bagaimana?"
"Begini Pak.. Anunya itu,  dianukan.. Sampai itunya anu.."
"?????"
...
***
Aku terpingkal mendengar cerita tetanggaku  yang kuyakin bukan rekayasa itu. Dalam ceritanya, dia memiliki seorang  bawahan dengan kemampuan komunikasi ganjil.
Aku juga tak habis  pikir, manusia sejak kecil menerima masukan bahasa. Jumlah kosakatanya  semakin diperkaya melalui interaksi sosial dengan sekitarnya. Bahkan  pelajaran bahasa pun diberikan di sekolahan.
Tak cukup hanya 2 bahasa  saja. Belum lagi dari berbagai literatur bacaan. Semua itu lebih dari  cukup untuk mengisi cawan kosakata, database dictionary, dalam memory  linguistik manusia.
Mengetahui bahwa masih ada orang yang  terbata-bata berbicara dan hanya mengkombinasikan tiga kata (anu, itu,  ini) saja, sungguh fenomena yang layak masuk berita.
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
14.23
 | 
		  
 
"Wid! dah pernah denger belom? Di tikungan  Ketinggring itu?"
"Mangnya ada apa?"
"Masa ga tau? Di  daerah situ angker Wid... ati-ati kalo lewat sana... Nyebut..."
"Apa?  Ngebut?"
"Nyebut! Buset dah ni anak!"
"Sori bang... yang  dimana si?
"Itu, yang tikungan tajem itu..."
"Oh... yang  di pinggir jalan ada kuburannya?"
"Nah disitu! Dah banyak kasus  Wid! Yang diboncengin pocong, yang dihalangi pocong rebahan di tengah  jalan, yang suara-suara misterius, pokoknya banyak deh!"
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
13.39
 | 
		  
 
 Namaku Slamet. orang Jawa. Orang desa. Kalau orang  kota bilang, aku orang udik. Namaku juga pasaran. Pasti ada di setiap  tikungan. Sama nasibnya seperti Asep di tanah Parahyangan.
Padahal,  maksud bapak sama simbokku baik. Ngasih nama Slamet ya supaya Selamat.  Ga Cuma di dunia, tapi di akhirat.. Kata orang nama adalah doa. Dan  kurasa, Slamet adalah doa paling 
simple tapi lengkap. Seperti doa  sapu jagad.
"robbana atina fiddunya khasanah. Wafil akhirati  hasanah"
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
13.20
 | 
		  
 
   
"Tak bisa lagi menulis"
....
***
Kalimat itulah yang ada di benakku. Selalu  terngiang-ngiang, malam dan siang. Telah berkali-kali kucoba, tapi tetap  tak bisa. Otakku selalu terbata untuk memulai kembali kata.
Aku  tak tahu, apakah ini hanya jenuh, atau aku benar-benar tak bisa? Apakah  memang fitrahku bukan menjadi penulis? Hingga aku benar-benar kesulitan  memulai kembali setelah lama mengistirahatkan diri.
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
11.56
 | 
		  
 
                   
Aku…
Seorang pria biasa. Wajar. Seperti pria-pria beruntung lainnya.  Berkeluarga, memiliki anak, memiliki ekonomi mapan. Aku memiliki segala  hal yang menjadi idaman para pria normal di seluruh dunia.
Kehidupan keluargaku juga biasa. Wajar. Normal. Dengan istriku, tak  pernah ada percekcokan berkelanjutan. Tak pernah ada perang urat syaraf  yang meletup menjadi perang deklamasi. Anakku pun tumbuh sehat dan  normal seperti anak-anak lainnya. Berpendidikan cukup, uang saku cukup,  kasih sayang lebih dari cukup.
Bisa dikatakan, kehidupanku sempurna.
***
Tapi itu kehidupan dunia. Ketika kupahami dalam sebuah perenunganku,  dunia tetaplah dunia. Dia hanya persinggahan, bukan tujuan. Dalam  perenungan itu pula kusadari, bahwa aku telah sering mengabaikan ibadah  rohani.
Kusekolahkan anakku ke TPQ. Kusuruh mereka rajin sholat dan mengaji.  Sementara aku, mengabaikan dan meninggalkannya berkali-kali. Padahal,  mereka menjadikanku sebagai teladan dan tolok ukur pasti.
***
Ketika itu pulalah aku  tersadar… “Inilah titik balikku”.
  
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
15.48
 | 
		  
 
Ada kail di 20 Mei 2010.
...
***
Ada kail, tentu ada umpan. Ada umpan, tentu ada yang dipancing. Ada yang  dipancing, tentu ada yang memancing. Ada yang memancing, tentu ada  maksud dan tujuan, mengapa ia memancing?
 
	  Posted by  Widhi Satya
 | 
      
at
09.28
 |