REGENERASI : Sebuah Komparasi Kultur Sepakbola Barcelona FC
REGENERASI SEBAGAI JEMBATA PEWARISAN KULTUR SEPAKBOLA
Pep Guardiola telah belajar dari sebuah kultur sepakbola menyerang yang diwariskan langsung dari empunya; Johan Chryuff. Pola sepakbola menyerang yang agresif, bergelombang, dari kaki ke kaki, telah mengakar dengan kuat dalam hati Guardiola. Ada filosofi bertarung dalam sepakbola yang dingat kuat oleh Pep bahwa pemain yang menyentuh bola sekali adalah pemain bagus, pemain yang menyentuh bola dua kali adalah pemain setengah bagus, dan pemain yang menyentuh bola tiga kali adalah pemain yang buruk. Dengan tercamkan-eratnya tiga hal prinsip tersebut dalam pikiran setiap pemain, pengejawantahan yang terjadi adalah sebuah orkestrasi di lapangan. Tidak ada pemain yang berlama-lama dengan bola dan semua pemain memainkan bola dengan baik. “Barcelona adalah tim dengan bola di kakinya, tanpa bola, tim ini akan terlihat menyedihkan, jadi kami harus mendapatkan bola”, begitu Pep menyimpulkan karakter timnya.
Visi dari kultur menyerang yang telah dimiliki Pep dalam benaknya tidak bisa dilakukannya sendirian. Haruslah ada perwujudan dari konsep abstrak tersebut, hal ini hanya bisa dilakukan dengan menggunakan pemain-pemain yang telah mewarisi kultur permainan tersebut, kultur menyerang yang telah diwariskan dalam sebuah mekanisme pembudayaan di akademi sepakbola Barcelona. Jelas, hanya anak muda Barcelona yang bisa menjawab kebutuhan Pep akan penerjemah dari visi-visinya. Hal ini telah dilakukan Pep mengingat ia sebelumnya adalah pelatih tim junior Barcelona.
Terlihat bahwa regenerasi bukanlah hal yang sepele dalam kelangsungan hidup sebuah klub. Regenerasi penting untuk menjaga tradisi mental juara yang hanya bisa diwariskan dari generasi ke generasi. Ada sebuah mekanisme pewarisan kultur dalam sebuah sistem regenerasi. Karena sepakbola bukan hanya melulu bicara tentang struktur; 4-4-2, 4-3-3, 4-3-1-2, dst, tapi juga bicara tentang kultur, sebuah budaya hidup yang menjadi warna dalam lingkung kehidupan sebuah klub, cermin dari alam dan pola hidup masyarakat. Semua unsur culture value yang hanya bisa diwakili oleh pemain-pemain binaan dari klub itu sendiri.
Pemain bintang dalam hal ini hanyalah sebuah bahan penambal yang diperlukan di bagian tertentu sebuah klub, bukan di setiap bagian. Pemain bintang selayaknya menjadi penopang pemain muda dan pemain lain yang non-bintang. Komposisi yang tepat wajib tercipta di sini. Layaknya penyedap rasa, ia tidak boleh mendominasi seluruh masakan. Pemain muda merupakan pondasi, sektor yang wajib diperkuat dan diperhatikan. Pemain muda bagaikan berlian tertutup serabut. Kecerobohan membuang pemain muda terlalu dini hanya akan menghadirkan penyesalan yang membuat kita merasa seperti membuang berlian ke tempat sampah. Siapa yang menemukannya akan mendapat manfaat yang amat banyaknya, yang membuangnya akan mendapat sengsara yang bertingkat-tingkat.
Pada akhirnya, Barcelona telah membuktikan bahwa dia berhasil mengasah berlian-berlian yang melekat pada cangkang akademi sepakbola mereka. Tidak membuangnya terburu-buru karena salah menaksir dan menganggapnya batu biasa.
LIONEL MESSI : HASIL SEBUAH KEYAKINAN.
Demi melihat betapa sebuah regenerasi adalah hal yang utama, mari kita melihat sebuah sketsa pada beberapa musim yang lalu. Publik sepakbola kala itu dikejutkan aksi impresif gelandang muda Barcelona Lionel Messi. Ia mencetak hat trick pada sebuah duel klasik yang gengsinya menggema ke pelosok jagat persepakbolaan. Yang lebih membuat dramatis kejadian ini adalah ia membuat hat trick ini di usia yang sangat muda, 19 tahun. Bukan main! Kejadian ini langka, karena dalam dua dekade terakhir hanya Romario yang mampu melakukan hal yang sama. Itu juga ketika ia sudah menjadi superstar, berbeda dengan Messi yang masih berlabel potensial. Siapa Messi sebenarnya? Darimana datangnya “setan kecil” yang bisa membuat Capello, pelatih Real Madrid kala itu terdiam lesu?
Messi secara tidak sengaja ditemukan oleh Barcelona. Untuk hal ini Messi harus berterima kasih pada penyakit yang dialaminya sewaktu ia masih kecil. Ibunya sibuk mencari klub yang mampu menampung bakat melimpah sang bocah, kendati ia sedang sakit. Banyak klub yang menolaknya karena kondisinya yang dianggap perjudian. Menerima seorang pemain muda yang sakit dan belum tentu berkembang hanya akan menambah beban pengeluaran. Ketika sang Ibu membawa lamarannya ke Barcelona, Barcelona melihat bahwa anak ini punya sesuatu dalam dirinya. Messi pun diterima masuk akademi sepakbola Barcelona. Hasil yang menggembirakan di dapat Barcelona saat ini. Calon legenda telah lahir dari rahimnya sendiri. Messi menjadi salah satu pemain paling berbahaya di dunia.
Selain Messi, masih ada beberapa nama lain yang patut dilirik lebih lanjut. Andres Iniesta telah membuktikan bahwa ia pemain yang patut diwaspadai. Itu dibuktikan dengan gol semata wayangnya ke gawang Chealsea pada pertandingan semifinal Liga Champion beberapa waktu yang lalu. Selain itu, Cesc Fabregas juga mengalami hal yang sama. Di bawa Arsene Wenger dari skuad junior Barcelona, Fabregas telah menjadi pemain kunci pada setiap pertandingan Arsenal. Bakatnya bahkan sempat memukau Real Madrid—rival bebuyutan Barcelona. Percobaan pembajakan Madrid terhadap Fabregas terpaksa membuat Barcelona campur tangan. Sadar bahwa Fabregas telah berkembang menjadi “senjata yang ampuh”, Barcelona menyatakan keberatannya atas niat Fabregas kembali ke Spanyol untuk merumput di Santiago Bernabeu. Wenger pun sadar akan pentingnya keberadaan Fabregas di skuadnya. Ia pun mengikat bocah ajaib itu dengan kontrak panjang dan memberikan nomor 4 warisan Patrick Vieira pada Fabregas. Kontrak baru sekaligus nomor kebanggaan mampu menahan anak muda ini di Emirates Stadium.
Yang unik, pada umur messi yang masih amat muda ini, ia sudah punya calon pengganti pada diri Giovanni dos Santos. Anak muda Melsiko ini dinilai memiliki tipikal yang sama dengan Messi. Frank Rijkard sendiri yang menggaransi kemampuannya. Ia juga berniat untuk memberikan debut pada anak itu saat kejuaraan dunia antarklub musim 2006/2007 lalu di Jepang. Sayang itu tidak bisa diwujudkan karena Barcelona gagal mendapat gelar juara di sana. Giovanni pun sekarang telah pindah ke Tottenham Hotspur.
Dalam hal regenerasi, Real Madrid sebenarnya tidak kalah produktif dalam mencetak pemain handal. Legenda mereka Fernando Hierro merupakan produk asli Madrid. Raul menimba ilmu di Madrid junior hingga menjadi kapten termuda Madrid sekarang, menggantikan Hierro yang hengkang karena tidak sepakat dengan kebijakan klub yang mendatangkan David Beckham. Casillas juga merupakan pemain asli binaan Madrid yang memiliki penampilan paling konsisten di antara bintang-bintang Madrid sampai saat ini. Pemain-pemain seperti Portillo, Ivan Riki, dan Soldado telah menjadi bagian integral di klubnya masing-masing. Bahkan Samuel Eto’o merupakan pemain yang ditemukan Madrid di Afrika. Para pemandu bakat Madrid berhasil menemukan sebuah mutiara di gurun. Sayang, manajemen Madrid terlalu berpikir money oriented. Pemain ini mereka yakini tidak akan banyak berguna mendongkrak prestasi keuangan Madrid. Ia pun dipinjamkan ke Mallorca. Ditelantarkan sekian lama membuat Eto’o terpacu hasratnya mengalahkan Madrid. Ia ingin menunjukkan bahwa Madrid salah menyia-nyiakannya. Pada musim 2003/2004 Eto’o berhasil memuaskan hasratnya. Ia membawa Mallorca menang di Santiago Bernabeu. Dua golnya membungkam semua pihak yang pernah meragukannya.
Madrid hanya bisa meratapi nasibnya. Pemain muda yang sakit hati itu tak mau lagi menginjakan kakinya di Bernabeu, kecuali untuk mangalahkan Madrid. Barcelona sigap melihat fakta ini. Mereka segera melakukan pendekatan yang intensif. Dengan visi yang jelas, menguasai Spanyol dan Eropa, Eto’o menerima lamaran Barcelona. Prestasi demi prestasi datang silih berganti. Tiga gelar juara La liga serta dua piala Liga Champion telah menjadi bukti “kesaktiannya”. Ia pun sempat menjadi kandidat pemain terbaik dunia dan Eropa.
REGENERASI DI INDONESIA : .....???? kapan?
0 comments:
Posting Komentar
i'm waiting for your comment...
share your opinion on the box below...