KSN dan Wacana Pelengseran Nurdin Halid



Kongres Sepakbola Nasional 30 - 31 Maret 2010 sedang digelar. KSN yang diketuai mantan Ketua Umum KONI Agum Gumelar ini digelar, berawal dari kekecewaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta insan sepak bola nasional terkait semakin mundurnya prestasi sepak bola Indonesia di bawah kepemimpinan Nurdin Halid.

Selain terkait carut-marutnya kompetisi dan maraknya kerusuhan supporter, Indonesia gagal di sejumlah turnamen internasional. Selain babak belur di babak penyisihan SEA Games Laos, timnas senior Indonesia gagal menembus final Piala Asia di Qatar. (metrotvnews, 27/03/10) 

Kongres tersebut mengagendakan penjabaran tiga masalah yaitu organisasi, prestasi, dan dana. (Kompas, 30/03/10). Apapun agenda dan prosesnya, semoga hasil yang terbaik dapat dihasilkan.


Kongres tersebut sebelumnya sempat diisukan sebagai media pelengseran Nurdin Halid serta kroni-kroninya yang kita semua tahu telah membangun rezim di tubuh PSSI.

Isu itu pun terdengar kian santer sampai-sampai Nurdin membentuk "grup tandingan" (RSN = Rembuk Sepakbola Nasional) yang digelar beberapa hari sebelum KSN terselenggara. Entah apa motifnya, entah isu-isu tersebut hanya sebatas isu, tetapi seperti isu-isu yang lain masing-masing pihak yang diisukan membantah tentang adanya isu tersebut.

Tinggalkan isu-isu nonsens. Yang pasti wacana melengserkan Nurdin itu ada. Terbukti dengan "ketakutan" yang ditunjukkan Nurdin melalui statement-statement yang dikeluarkannya bernada defensif dan protektif. Dia menegaskan bahwa dirinya akan menentang intervensi kongres, serta tidak akan mematuhi rekomendasi KSN yang menuntutnya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI.

Dia berujar bahwa selain bertentangan dengan konstitusi PSSI, rekomendasi KSN yang menuntut dirinya mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI, juga tidak dapat dilakukan. Ini karena tidak adanya tuntutan mundur dari seluruh Pengda PSSI. (metrotvnews, 27/03/10)
“Itu di luar sistem. Kalau dituruti, merupakan premanisme konstitusi,” tegasnya di atas podium saat memberikan sambutan setelah melantik pengurus PSSI Provinsi Jabar di Bandung. (Suara Merdeka, 28/03/10)

Persetan dengan konstitusi! PSSI pada fitrahnya adalah milik rakyat, supporter dan seluruh insan persepakbolaan di Indonesia. Tak ada pengkotakan konstitusi ataupun semacamnya.  Rupanya kesadaran akan hal tersebut telah hilang dari Nurdin beserta kroni-kroninya dan dengan tenangnya tanpa merasa berdosa sedikitpun bertengger dalam kedok "manajemen persepakbolaan".

Preman seperti yang dikatakannya, adalah preman seperti apa? Sejauh masyarakat menilai dalam kehidupan sosial, bahwa preman adalah parasit yang merampas dengan paksa segala sesuatu yang seharusnya bukan menjadi paksa. Perlu ditekankan disini adalah "merampas dengan paksa". Oleh karena itu, selalu ada pihak yang dirampas, jika demikian kasusnya, apakah seluruh insan persepakbolaan Indonesia ini tidak merasa terampas haknya demi sebuah sepakbola yang berkualitas dan berprestasi. Salahkah jika Si Pihak Terampas ini, karena merasa kebanggaan dan kehormatannya terzalimi, kemudian berontak? Lalu, siapa sekarang yang preman?

Tidak cukup hanya dengan pembelaan diri berkedok birokrasi, Nurdin pun mengumpulkan "anak buah" dan menggalang konsolidasi yang tentu saja ujungnya adalah menggalang dukungan. Sukses! Empat orang yang mereka sebut Perwakilan Pengprov PSSI dari DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Riau, serta Sumatera Utara memberikan dukungan kepadanya.

Yang diragukan di sini adalah empat tersebut memang mewakili organisasi (otomatis anggota dan seluruh rakyat termasuk di dalamnya) atau mereka mewakili diri mereka sendiri. Jangan-jangan cuma empat orang ini sajalah, yang masih "loyal" mendukung Nurdin Halid.

“Saya tidak rela jika rumah tangga PSSI diacak-acak orang lain. Tentunya Anda tidak menginginkan rumah tangga Anda diacak-acak orang luar bukan. Kalau ingin menjadi ketua umum, silahkan berkompetisi yang sehat tahun 2011 nanti,” ujar salah satu perwakilan kepada wartawan. (Goal, 18/03/10)

Statemen tersebut memang beralasan, terkait dengan larangan FIFA bahwa pemerintah tak boleh campur tangan terhadap organisasi persepakbolaan nasional. Alasan inilah yang menjadikan Nurdin semakin aman kokoh di puncak kekuasaannya, karena pergantian pemimpin tertinggi hanya bisa dilakukan melalui dua prosedur yaitu Musyawarah Nasional yang diselenggarakan lima tahunan serta Kongres Luar Biasa PSSI.

Berharap PSSI mengadakan Kongres Luar Biasa guna melengserkan Nurdin Halid kaya ngenteni thukule jamur ing mangsa katiga (Pepatah Jawa yang berarti mengharapkan sesuatu yang sia-sia -pen). Itu berarti, mau tak mau masyarakat harus bersabar menunggu masa jabatan habis (2011 -pen). Tentu saja, menunggu sampai 2011 bukan hanya persoalan menunggu bergulirnya hari, tetapi kesabaran keringnya prestasi, serta keprihatinan carut-marut manajemen PSSI.

Sangat disayangkan memang jika kongres yang diharapkan dapat menghasilkan progress positif terhadap dunia persepakbolaan Indonesia ini, tidak dapat mencabut akar dari permasalahan tersebut. Tapi, semoga saja, apa yang diagendakan dalam kongres, bukan cuma menjadi forum "duduk manis" yang menghasilkan "sekedar" daftar hasil. Tetapi, dapat ditunjukkan dalam kerja nyata yang dapat dirasakan manfaatnya secara berkesinambungan.

Semoga... Amin...
***
Offline Note
Namanya Soeratin Soesrosoegondo. Beliau memperoleh gelar Insinyur Sipil di Sekolah Teknik Tinggi di Hecklenburg, dekat Hamburg, Jerman.

Tak banyak orang yang mengenalnya. Pun, wajahnya yang tak satupun terdapat dalam search list google. Meskipun minim akan "popularitas", tapi karena kemaksimalan jasanya menempatkan namanya dalam daftar tokoh Indonesia yang memperoleh gelar Pahlawan Nasional.

Ir. Soeratin, tokoh di balik berdirinya PSSI pada 19 April 1930, memilih kehilangan pekerjaan sebagai arsitek yang memberinya pendapatan berlimpah agar bisa secara total mengurus PSSI yang baru saja berdiri.

Ini bukan pilihan sederhana. Meninggalkan pekerjaan bukan hanya membuat Soeratin kehilangan asupan finansial bagi diri dan keluarganya, tapi juga membuat Soeratin kehilangan pasokan dana yang sebagian di antaranya digunakan untuk menopang kegiatan-kegiatannya di PSSI karena PSSI sendiri ketika itu tak bisa diharapkan memberinya pendapatan.

Semoga sepenggal kisah kepahlawanan Bapak Ir. SOeratin Soesrosoegondo di atas dapat diambil hikmahnya...

***

Sharing for knowledge. Because knowledge is sharing. And, sharing means caring..

Posted by Widhi Satya | at 14.09

1 comments:

Pipit Piharsi mengatakan...

Nurdin bukan Soeratin dan tak akan pernah sama barangkali.

dari awal saja mereka sudah berbeda, soeratin membentuk PSSI di 1930an dengan semangat nasionalisme untuk melawan NEDERLANSCH INDISCHE VOETBAL BOND yang kebangetan. huh!!

Nurdin dan kroninya,
semangat nasisajalisme [emang ada??..,sure,U know what]

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...