Tembok Transparan
"Tak bisa lagi menulis"
....
***
Kalimat itulah yang ada di benakku. Selalu terngiang-ngiang, malam dan siang. Telah berkali-kali kucoba, tapi tetap tak bisa. Otakku selalu terbata untuk memulai kembali kata.Aku tak tahu, apakah ini hanya jenuh, atau aku benar-benar tak bisa? Apakah memang fitrahku bukan menjadi penulis? Hingga aku benar-benar kesulitan memulai kembali setelah lama mengistirahatkan diri.
***
Ingin kudobrak! Kurusak! Tapi begitu tebalnya hingga tanganku berdarah penuh luka. Kupukul, kutendang, kudorong! Sia-sia belaka...
Ingin kulewati! Kulompati! Tapi begitu tingginya, hingga lompatanku yang tingginya tak seberapa, jauh jangkauanku dari puncaknya. Kudaki! Kunaiki! Selalu melorot... Merosot...
***
"Tembok apa ini? Apakah aku harus berhenti di sini? Kembali menyerah.. Pasrah..Mimpiku.. Pernah sekali kurelakan dengan menyakitkan."
...
***
"Tidak kali ini. Bermimpi berarti berani. Selalu ada tembok yang menghalangi. Bahkan bukan hanya sekali.
Bermimpi berarti berjuang.. Setinggi apapun harus mendaki. Seberapapun jatuh berkali-kali. Berdarah, penuh luka, itu hal biasa..."
***
...
Jadi, inikah cita-cita?
Disinilah kualitas serta jati diri ditempa...
1 comments:
agree,,
Posting Komentar
i'm waiting for your comment...
share your opinion on the box below...