Anu...



"Ini bagaimana?"

"Begini Pak.. Anunya itu, dianukan.. Sampai itunya anu.."

"?????"
...

***

Aku terpingkal mendengar cerita tetanggaku yang kuyakin bukan rekayasa itu. Dalam ceritanya, dia memiliki seorang bawahan dengan kemampuan komunikasi ganjil.

Aku juga tak habis pikir, manusia sejak kecil menerima masukan bahasa. Jumlah kosakatanya semakin diperkaya melalui interaksi sosial dengan sekitarnya. Bahkan pelajaran bahasa pun diberikan di sekolahan.

Tak cukup hanya 2 bahasa saja. Belum lagi dari berbagai literatur bacaan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengisi cawan kosakata, database dictionary, dalam memory linguistik manusia.

Mengetahui bahwa masih ada orang yang terbata-bata berbicara dan hanya mengkombinasikan tiga kata (anu, itu, ini) saja, sungguh fenomena yang layak masuk berita.


***

Tak perlu memperpanjang gunjingan. Jika menilik keseharian masyarakat Jawa, hal tersebut hanyalah ke-lebih biasa-an dari sebuah kebiasaan.

Kebiasaan apa?

"Anu..."
...

***
Anu, entah siapa yang pertama kali mempopulerkan. Kata tersebut sungguh luar biasa kaya maknanya. Portable, universal, entah apalagi yang bisa menggambarkan kejamakan makna kata ini : anu.

Mulai dari kata kerja, kata benda, kata keterangan, kata sifat, semua kategori masuk dalam satu kata : anu.
Hebatnya orang Jawa, bahkan hanya dengan berkata "anu.." tak perlu lagi bertanya ba bi bu, cukup : anu. Lawan bicara biasanya langsung mengangguk, entah setuju, atau tak tahu.

***

Masih lekat dalam ingatanku. Ketika aku kanak dulu. Bermain dan bercanda dengan teman sebayaku. Ketika salah satu mengkasariku, kuadukan pada ibuku sembari tersedu. "Aku di-anu".

Spontan kata itu terucap dari mulutku. Yang maksudnya, aku sendiripun tak tahu. Entah karena memang tergagu, atau tak tega lalu kemudian melindungi si pelaku. Karena bagaimanapun juga, dia temanku.

***

Ah... Anu. Kaya sekali maknamu. Ketika aku butuh jawaban spontan dan segera, kaulah tujuanku. Ketika makna yang kutuju sedikit banyak mengandung tabu, kau pulalah jawabanku.

***

Apakah memang kaya? Atau sebenarnya kau tak memiliki makna apa-apa selain kebimbangan belaka?
Alih-alih menjawab pertanyaanku, apakah kini kau malah memandangku dengan tertawa? Mengolokku dengan berkata :

"Akulah hidupmu. Manifestasi serta perwujudan dirimu. Penuh dengan bimbang dan rasa ragu. Mudah surut, nyali ciut, hanya karena terpengaruh ‘suara', serta takut pada risiko yang jika dibandingkan manfaatnya, besarnya tak seberapa.

Kau sebut fleksibel, hanya untuk menutupi kelemahanmu yang tak bisa fokus dan berkala pada tujuanmu.
...

Akulah hidupmu. Manifestasi serta perwujudan dirimu."

***

"Persetan denganmu! Aku telah tahu sejatinya hidupku!"

"Apa?"

"Anu...."

(/dhi)

Posted by Widhi Satya | at 14.23

1 comments:

Anonim mengatakan...

masyarakat kejawen memang umumnya tak asing dengan kata ini..
seperti yg sudah diterangkan di atas, simple, mewakili segala sesuatu yg tak bisa diutarakan..
sampe sekarang pun masih tak jelas apa itu ANU ???

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...