Andai Gaza di Depan Rumahmu




Apa yang biasanya kautemui di depan rumahmu ketika bangun dari tidurmu? Apa yang biasa kau lihat? Apa yang biasa kau hirup? Apa yang biasa kaurasakan? Tepat setelah kau bangun dari tidurmu dan kau buka pintu rumahmu?

Pernahkah kau bayangkan, ketika kau buka matamu, yang biasa kau temui di pagi harimu, segalanya menjadi jauh berbeda?

Ketika kau membuka mata. Ada pemandangan yang tak pernah kau kira. Ketika kau membuka mata. Ada Gaza.

Posted by Widhi Satya | at 14.47 | 13 comments

Anu...



"Ini bagaimana?"

"Begini Pak.. Anunya itu, dianukan.. Sampai itunya anu.."

"?????"
...

***

Aku terpingkal mendengar cerita tetanggaku yang kuyakin bukan rekayasa itu. Dalam ceritanya, dia memiliki seorang bawahan dengan kemampuan komunikasi ganjil.

Aku juga tak habis pikir, manusia sejak kecil menerima masukan bahasa. Jumlah kosakatanya semakin diperkaya melalui interaksi sosial dengan sekitarnya. Bahkan pelajaran bahasa pun diberikan di sekolahan.

Tak cukup hanya 2 bahasa saja. Belum lagi dari berbagai literatur bacaan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengisi cawan kosakata, database dictionary, dalam memory linguistik manusia.

Mengetahui bahwa masih ada orang yang terbata-bata berbicara dan hanya mengkombinasikan tiga kata (anu, itu, ini) saja, sungguh fenomena yang layak masuk berita.

Posted by Widhi Satya | at 14.23 | 1 comments

Ada Kuburan di Tepi Jalan





"Wid! dah pernah denger belom? Di tikungan Ketinggring itu?"

"Mangnya ada apa?"

"Masa ga tau? Di daerah situ angker Wid... ati-ati kalo lewat sana... Nyebut..."

"Apa? Ngebut?"

"Nyebut! Buset dah ni anak!"

"Sori bang... yang dimana si?

"Itu, yang tikungan tajem itu..."

"Oh... yang di pinggir jalan ada kuburannya?"

"Nah disitu! Dah banyak kasus Wid! Yang diboncengin pocong, yang dihalangi pocong rebahan di tengah jalan, yang suara-suara misterius, pokoknya banyak deh!"

Posted by Widhi Satya | at 13.39 | 3 comments

Hikayat Slamet





Namaku Slamet. orang Jawa. Orang desa. Kalau orang kota bilang, aku orang udik. Namaku juga pasaran. Pasti ada di setiap tikungan. Sama nasibnya seperti Asep di tanah Parahyangan.

Padahal, maksud bapak sama simbokku baik. Ngasih nama Slamet ya supaya Selamat. Ga Cuma di dunia, tapi di akhirat.. Kata orang nama adalah doa. Dan kurasa, Slamet adalah doa paling simple tapi lengkap. Seperti doa sapu jagad.

"robbana atina fiddunya khasanah. Wafil akhirati hasanah"

Posted by Widhi Satya | at 13.20 | 0 comments

Tembok Transparan





"Tak bisa lagi menulis"
....

***
Kalimat itulah yang ada di benakku. Selalu terngiang-ngiang, malam dan siang. Telah berkali-kali kucoba, tapi tetap tak bisa. Otakku selalu terbata untuk memulai kembali kata.

Aku tak tahu, apakah ini hanya jenuh, atau aku benar-benar tak bisa? Apakah memang fitrahku bukan menjadi penulis? Hingga aku benar-benar kesulitan memulai kembali setelah lama mengistirahatkan diri.

Posted by Widhi Satya | at 11.56 | 1 comments

Hikayat Ibadah Terberat





Aku…

Seorang pria biasa. Wajar. Seperti pria-pria beruntung lainnya. Berkeluarga, memiliki anak, memiliki ekonomi mapan. Aku memiliki segala hal yang menjadi idaman para pria normal di seluruh dunia.

Kehidupan keluargaku juga biasa. Wajar. Normal. Dengan istriku, tak pernah ada percekcokan berkelanjutan. Tak pernah ada perang urat syaraf yang meletup menjadi perang deklamasi. Anakku pun tumbuh sehat dan normal seperti anak-anak lainnya. Berpendidikan cukup, uang saku cukup, kasih sayang lebih dari cukup.

Bisa dikatakan, kehidupanku sempurna.

***

Tapi itu kehidupan dunia. Ketika kupahami dalam sebuah perenunganku, dunia tetaplah dunia. Dia hanya persinggahan, bukan tujuan. Dalam perenungan itu pula kusadari, bahwa aku telah sering mengabaikan ibadah rohani.

Kusekolahkan anakku ke TPQ. Kusuruh mereka rajin sholat dan mengaji. Sementara aku, mengabaikan dan meninggalkannya berkali-kali. Padahal, mereka menjadikanku sebagai teladan dan tolok ukur pasti.

***

Ketika itu pulalah aku  tersadar… “Inilah titik balikku”.

Posted by Widhi Satya | at 15.48 | 2 comments

Ada Kail di 20 Mei 2010


Ada kail di 20 Mei 2010.
...

***

Ada kail, tentu ada umpan. Ada umpan, tentu ada yang dipancing. Ada yang dipancing, tentu ada yang memancing. Ada yang memancing, tentu ada maksud dan tujuan, mengapa ia memancing?

Posted by Widhi Satya | at 09.28 | 0 comments

Gurun Kehidupan [3] : Bersahabat dengan Pasir


Kembali melanjutkan perjalanan. Masih berlatar belakang dan berlokasi di gurun yang sama. Tempat-tempat yang dikunjunginya, antara lain : pembuat telur pasir, pembuat patung pasir, sawah dari pasir.

Tujuan kedua adalah pembuat telur pasir. ‘Tsuna Tama' namanya. Didemonstrasikan bahwa telur diletakkan di sebuah kotak, dikubur dengan pasir, kemudian dimasukkan ke dalam pemanggang. Setelah matang, kemudian dibelah, dan diperlihatkan perbedaan telur yang dipanggang dengan pasir dan telur yang hanya direbus dengan cara biasa.

Telur pasir, diproduksi massal sebagai home industry. Beberapa karyawan juga dipekerjakan di sana. Toko-toko di sekitar, menjadi tempat pemasaran. Sebagai souvenir, maupun untuk dikonsumsi, telur pasir tetap menjadi pilihan yang menarik.

Posted by Widhi Satya | at 10.09 | 1 comments

Gurun Kehidupan [2] : Bukan Hanya Batu di Tepi Jalan


Lain ladang, lain belalang, lain lubuk lain ikannya...

Begitu pepatah mengatakan. Begitupun apa yang kusaksikan. Lain negaraku, negara kita, Indonesia tercinta, lain pula di Jepang sana. Pikiran dan kesan serupa, lenyap, sirna, tak sampai acara memasuki menit kelima.

Episode petualangan yang kusaksikan, berlatar belakang di sebuah gurun pasir.

"I can't believe such a place exist in this country. You see? We see nothing but sand here", begitu kata petualang, sekaligus pembawa acara yang tak kuingat siapa namanya.

Posted by Widhi Satya | at 10.05 | 0 comments

Gurun Kehidupan [1] : Petualang



20:00 BBWI. Seperempat jam sebelumnya, aku baru saja tiba di rumah. Kehujanan, kedinginan, kelaparan. Melewati jalanan yang gelap, pekat tanpa satupun penerangan selain kilat. Malam yang naas bagi sebagian orang. Tapi tidak bagiku. "Aku makhluk bernyawa, yang takkan pernah bisa didikte oleh rutinitas, lalu kemudian menyalahkan mereka sebagai monotonitas". Tantangan, liku, rintangan, besar, ataupun kecil, bagiku seperti sebuah ‘iklan' yang meruntuhkan kebosanan.

"Ini baru namanya hidup".
***

20:00 BBWI. Ada apa dengan waktu itu? Ada apa dengan jam itu? Apa yang terjadi ketika jarum pendek menunjukkan angka delapan, tepat ketika jarum panjang menunjuk angka dua belas?

Posted by Widhi Satya | at 09.57 | 0 comments

Provokasi Seorang Maling

Sumber Gambar : Mekarina.wordpress.com





Namaku maling bin maling. Bapakku maling. Ibuku juga maling. Profesi kami sekeluarga maling.

Organisasi? Sindikat? Mafia? Atau apapun kalian menyebut kami. Toh, kami tetap maling. Seperti maling-maling yang lainnya, pekerjaan kami mencuri.

Mencuri telah menjadi akar budaya, telah mendarah daging, telah merasuk ke sumsum, menjadi penyakit genetis tak terputuskan, tak tersembuhkan.

Mencuri memang telah menjadi penyakit akut kami. Tapi, kami tak ingin sendiri. Beruntunglah, karena mencuri bersifat ‘familiar' hingga ia mudah untuk ditularkan.

Posted by Widhi Satya | at 18.03 | 0 comments

Anda Uang Mempunyai Nyawa...

Indonetwork.web.id



“Bagus banget! Berapa duit ni bang?”


“Pak, aku pengen nglanjutin sekolah..”
“Maaf ya nak, bapak tak punya uang…”


“Sekarang kamu ama dia?”
“Iya mak. Setelah kuliahnya selesai, rencana dia mau nglamar saya”
“Punya duit berapa dia berani nglamar kamu!”

Posted by Widhi Satya | at 16.52 | 0 comments

Walimah : Antara Doa dan Puja


Hari Ahad. Seperti yang telah dijanjikan sebelumnya. Budhe mengajakku ke acara walimah pernikahan kerabatnya. Kerabat yang mana, tak perlulah kutanya. Yang perlu kulakukan hanyalah mengantar Budhe, sebagai perwujudan rasa hormat dan bakti serta ‘imbal jasa’ karena Beliau telah merawatku selama ini.

***

Sampai sudah di tujuan. Motor kuparkirkan. Seperti yang sudah kubayangkan sebelumnya, “tempat yang akan kutuju adalah restoran megah”.

Ada satu pemandangan yang menarik perhatianku karena menurutku, amat mencolok, kontras sekali dengan segala rupa yang ada di sekelilingnya. Ah… kurasa tak seorang pun menyadarinya.

Posted by Widhi Satya | at 14.53 | 0 comments

Kenapa Harus Budi?


Ini Budi...


Ini ibu Budi..

Ini bapak Budi..
***

Bel berbunyi. Ani menutup buku. Dipandanginya sampul hijau dan kelabu, dengan tulisan kuning besar menyala, "Bahasa Indonesia Kelas 1".

Setiap hari, setiap kali, setiap saat, ketika dibacanya, Ia selalu bertanya. "Kenapa harus Budi?".

Posted by Widhi Satya | at 09.59 | 1 comments

Ada burung di Antennaku

Dokumentasi Pribadi





Hai kau yang bertengger di atas sana. Berkicau dan meracau. Nyaring, merdu, semaumu, sesukamu.

Tak tahukah kau, benda apa yang kau hinggapi? Ah! Mana mungkin kau tahu.

Kuberitahu. Itu namanya antenna. Kata bapakku yang ahli elektronik, gunanya untuk menerima transmisi sinyal UHF.

Apa itu UHF? Mana kutahu! Yang aku tahu, dari benda yang kau tenggeri itu, televisiku bisa menampilkan gambar dan acara yang beraneka rupa.

Jangan tertawa, karena saking beranekanya, hingga tak jarang (baca: sering) sekali seragam, hingga aku bingung, apakah mungkin televisiku monogram?

Posted by Widhi Satya | at 09.49 | 0 comments

Sekedar Ingin Menyapa...

quotesaarcade.com



"Assalamu'alaikum.. Warahmatullah... Wabarakaatuh.. Lama banget ga da kabar? Sehat ja kan? Sibuk apa sekarang?"
***

Tak lebih dari lima kalimat, untuk mengawali silaturahmi. Tak lebih dari satu jam untuk merekatkannya kembali.
***

Posted by Widhi Satya | at 17.28 | 1 comments

Sekolah Pasar dan Pasar Sekolah

beritakorslet.wordpress.com





Jika sarjana, hanya menjadi 'sarjana'. Tak lagi ahli di bidangnya. Tak lagi berdedikasi dengan profesinya.

Nilai dalam ijazahnya, bukan representasi nilai kemampuannya.

Toga dan semacamnya, hanya menjadi seremonial belaka, tanpa penghayatan tanggung jawab terhadap pengembangan profesi, bidang ilmu, serta sosial.

Posted by Widhi Satya | at 17.06 | 0 comments

Aku Ingin Menjadi Maling Ayam Saja

Kaskus.us



Namaku mr. X (jangan bilang siapa-siapa ini nama sebenarnya). Aku berprofesi sebagai pejabat di salah satu lembaga. Jabatan yang kuperoleh dengan merogoh saku sangat dalam, hingga sakupun tak lagi berisi apa-apa. Pun, aku masih harus pinjam kesana kemari guna meloloskan goal-ku.

Tak terhitung uang kukeluarkan untuk 'membeli' simpati masyarakat, yang karena tingkat intelejensi, keinginan, serta kebutuhan atau mungkin ‘sedikit' ketamakan, hingga mayoritas dari mereka tak cukup hanya di'sogok' dengan visi misi.

Hingga akhirnya... Akupun duduk di sini. Di salah satu lembaga kehormatan. Orang bilang gedung tempatku bernaung menyimbolkan kepongahan, tapi bagiku, ia menjaminkan keamanan, kenyamanan, serta kenikmatan. Tak ketinggalan pula, kemewahan tentunya.
***

Posted by Widhi Satya | at 14.47 | 0 comments

Kuman yang Terlupakan...

Sebelum kita makan dik...

Cuci tanganmu dulu...

Menjaga kebersihan dik...

Untuk kesehatanmu...


***

Masih ingat potongan lagu ciptaan Pak Kasur diatas? Lagu tersebut sempat populer di pertengahan dekade 1990-an. Bagiku, lagu dengan melodi sederhana dan lirik yang singkat tersebut, sarat akan makna.

Selain karena telah jarangnya, lagu-lagu serupa di ‘era' sekarang ini. Era industrialisasi ‘cinta' yang bertanggung jawab terhadap ‘matang' lebih dininya anak-anak, yang karena tak ada pilihan lain ‘terpaksa' menjadi konsumennya.

Tak ada lagi Sherina, tak ada lagi Joshua, tak ada lagi Tasya. Hingga, The Virgin, D'massiv, Wali, dan sebagainya menjadi ‘satu-satu'nya pilihan mereka.

Posted by Widhi Satya | at 14.29 | 1 comments

Paradoks Kopiah


"Ayo Wak Aji! Bisa jelasin nggak?"

***

Wak Aji. Begitu dosenku biasa menyebutku. Dosen sekaligus dekan di fakultasku. Mungkin dia tak tahu nama asliku. Baginya, aku bukanlah Widhi Satya. Aku adalah "Wak Aji"

***

Belakangan kutahu, nickname yang diberikannya, (karena aku satu-satunya mahasiswa yang mengenakan kopiah di kelas) ternyata berasal dari bahasa Betawi. Di Betawi, karena dialek serta logat mereka, panggilan yang sehari-hari kita sapa dengan Pak Haji, berubah bunyinya, hingga akhirnya orang-orang Betawi pun menyebut dengan "Wak Aji".

Aneh memang. Ternyata, bukan nama lah yang menjadi ‘identitas'ku di matanya. Tapi...

Kopiah.

Posted by Widhi Satya | at 11.44 | 3 comments

Unas yang tak Lunas



Ujian Nasional (Unas / UN – istilah mana yang lebih tepat aku tak tahu. Tak peduli lebih tepatnya). Aku (sengaja) mencoba acuh dengan 'festival' tahunan pendidikan ini. Mencoba tutup telinga dengan suara-suara kontra (memang tak kudengar 1 suara pro pun). Karena dalam pandanganku, jika diterapkan dalam kultur masyarakat seperti di Indonesia, ujian nasional lebih banyak madhorot daripada manfaatnya.

Posted by Widhi Satya | at 17.28 | 0 comments

Transformasi


1 Mei. Awal bulan baru. Bulan Masehi lebih tepatnya. Tapi bagiku, ini bukan cuma sekedar pergantian bulan. Bukan cuma sekedar tanggal satu. Tapi memiliki arti lebih. Transformasi.

Posted by Widhi Satya | at 16.44 | 0 comments

Allahu Akbar... Allahu Akbar....



***
"Dengan ini, dewan hakim menyatakan, yang bersangkutan tidak bersalah."

Tok! Tok!

"Allahu Akbar!"
***

"Woi! Minggir! Satpol sialan! Berani lo ya! Allahu Akbar!"
***

"Kami! Para demonstran menuntut mundur Beliau sekarang juga! Rekan-rekan, ayo kita seret dia keluar! Allahu Akbar!"
***

"Demi agama dan akidah kita, serang rumah ibadah dan bacok mereka! Allahu Akbar!"
***

"Pemirsa, kami disini melaporkan dari tempat akan dipindahkannya rutan para tersangka kasus pengeboman. Baik. Kita lihat mereka telah keluar dan sedang menuju ke mobil yang akan membawa mereka ke rutan mereka yang baru.

"Bagaimana tanggapan Anda dengan pemindahan rutan Anda?"

"Allahu Akbar!"
***

*) Ilustrasi di atas, hanyalah fiktif belaka. Kesamaan tempat dan peristiwa, merupakan kebetulan yang disengaja.
***

Kumatikan televisi. Kubuang koran. Edan... Kenapa kalimat takbir jadi pasaran begini ya? Terdakwa, kriminal, demonstran, ‘wakil rakyat' yang berantem di gedung DPR, pembukaan pidato, semua ‘melafalkan' kalimatullah seolah kalimat itu hal yang remeh saja.

Posted by Widhi Satya | at 13.26 | 0 comments

Ngebut = Nikmat



"Ouch! Sakit...."

***
Masih kuingat, aku terseret bersama motorku. Setiap detail kejadiannya. Bunga api di jalan raya, proses demi proses menyakitkan itu ter-flashback di ingatanku. Seperti sebuah video yang memutar ulang kejadian langka itu. Tentu aku tak mengharapkan dalam video flashback imajinasiku, aku terseret bersama motorku sama persis seperti ketika Lorenzo terseret bersama motornya ketika balapan.

Kupegangi lututku... perih... telah berkali-kali aku jatuh dari motor, tapi baru kali ini kurasakan sakit seketika. Sedikit kusyukuri, karena setahuku, jika terasa sakit tepat setelah jatuh, artinya sakitnya hanya sementara. Beda dengan kecelakaanku yang lain dulu, aku langsung bisa bangkit dan seolah tidak terjadi apa-apa, tapi malam dan hari-hari berikutnya, kuhabiskan dengan terkapar di tempat tidur.

Posted by Widhi Satya | at 13.07 | 0 comments

Lamunan Menunggu : Jalan Raya



Menunggu...


Orang bilang membosankan. Orang bilang memuakkan. Akan coba kubuktikan. Apakah benar demikian?


***

Menunggu membosankan karena 'menunggu'. Jadi, akan kubuat menunggu itu bukan hanya 'menunggu'.


***


Di sini, di tepi keramaian jalan raya, akan kulewati proses menungguku dengan menuliskan apa saja yang seketika terlintas di mata, telinga, maupun pikiranku.

Posted by Widhi Satya | at 12.52 | 1 comments

Menulis Kegelapan



Apa yang terpikir di benak Anda ketika membaca judul di atas?


Bukan..


Saya tidak akan menuliskan hal-hal mistis, seram, ataupun horor.


Ini cuma tulisan iseng. Jika Anda termasuk orang yang iseng, silakan lanjutkan membaca. Sebaliknya, jika Anda bukan orang yang iseng, silakan lanjutkan membaca. (lho? Sama saja! :p)

Posted by Widhi Satya | at 12.40 | 1 comments

Mantra Meminta Jodoh [Surat Terbuka Untuk Tuhan]



Tuhan...

Bolehkan aku mengintip sedikit, cukup wajahnya saja Tuhan, siapa yang jadi istriku kelak… Karena, jika telah kuketahui sosoknya sebelumnya.. Aku tak perlu khawatir akan keraguanku.


 

Pun, jika dia masih jauh dari jangkauanku, dengan senang hati aku akan memperjuangkannya, meskipun harus bercucur keringat darah karenanya.


 

Tuhan...

Tahukah Engkau Tuhan... Karena Engkau begitu pelit dengan segala rahasia-Mu, telah banyak hati yang terzalimi. Bahkan mungkin, nyaris melakukan tindakan yang jauh dari ampunan-Mu, yaitu merebut minuman yang harusnya menjadi hak serangga. Tak kasihan kah kau pada serangga itu Tuhan...

Ah! Maaf Tuhan... Jadi OOT. Jangan di-bata ya Tuhan.. :D

Posted by Widhi Satya | at 13.13 | 2 comments

Melamunkan Lamunan



"Kamu suka melamun?"

"Pernah. Tapi ga sering"

"Aku tanya, kamu suka melamun?"

"mmm ..."


***

Posted by Widhi Satya | at 11.03 | 1 comments

Gayus : Ibuku bernama...


Markus, Gayus, dan segala macam isu yang berkaitan dengannya menjadi menu utama berbagai headline media baik cetak maupun elektronik. Juga menjadi buah bibir masyarakat yang 'sadar berita'. Berbagai macam opini serta wacana bermunculan, baik dari pakar di bidangnya masing-masing, maupun suara-suara dari citizen jurnalism. 

Dari semua yang kubaca, kulihat, kudengar (sejauh ini), semuanya serempak, sepakat, membentuk jama'ah untuk menghakimi 'nista' aktor dibalik kasus-kasus tersebut. Pembelaan dalam bentuk apapun akan segera ditanggapi dengan picingan mata apatis. 

Posted by Widhi Satya | at 15.35 | 0 comments

Budaya Jawa Nasibmu Kini



Gundul-gundul pacul

Gembelengan…

Nyunggi-nyunggi wakul

Gembelengan…

Wakul glimpang segane dadi sak latar…


***

Lama tak kudengar nyanyian itu. Aku rindu. Aku rindu suara anak-anak yang menyanyikannya. Lagu-lagu daerah. Bukan lagu-lagu yang 'seharusnya' tidak diperuntukkan untuk usia sebayanya.

Posted by Widhi Satya | at 08.29 | 0 comments

Lamunan: Rumahku vs Bank Megah


"Ini slipnya… Tolong segera dibayarkan sebelum tanggal 15 ya?"


***

Tak terasa satu semester telah berlalu. Sangat cepat. Seperti baru kemarin saja. Dan, seperti biasanya, awal semester merupakan masa yang paling dinanti-nanti oleh pihak universitas. Sebaliknya, menjadi masa yang 'memberatkan' bagi mahasiswa sepertiku. Ya, membayar biaya perkuliahan


***

Fiuh… setelah antre berlama-lama, akhirnya selesai juga. Sebelum berlalu, aku membalikkan badan. Kupandangi sejenak bangunan megah yang berdiri congkak di depanku. Begitu megahnya, jika dibandingkan rumahku yang reot, ibarat membandingkan Omas dengan Sandra Dewi. Tentu saja bank itu Omasnya. Haha bercanda.


Meskipun begitu, meski rumahku kecil, dengan cat telah pudar di sana-sini, atapnya juga sering bocor kala hujan, tapi rumahku jauh lebih nyaman dan aman dari bank megah nan mewah itu. 

Posted by Widhi Satya | at 12.52 | 0 comments

Pena vs Pensil



Ruangan itu berukuran 3x4. Ruangan dimana semuanya bermula. Ruangan dimana semuanya diproses. Sempitnya volume ruangan tak membatasi ruang gerak kreativitas mengarungi dimensi imajinasi.

 
Berbagai macam benda tercecer dalam ruang sempit itu. Mengerumuni pria yang duduk memunggungi tempat tidur yang hampir 2 hari tak disentuhnya. Tak ada yang tahu apa yang sedang dikerjakannya sampai begitu menguras konsentrasi dan menyunat jam tidurnya.

 
Detik jam, gesekan pena di atas kertas, serta alunan musik dari tape compo menjadi suara yang mendominasi ruang sempit itu.

Posted by Widhi Satya | at 08.42 | 0 comments

Lamunan : Untung


Beruntung...

Senyuman. Itulah hal yang pertama kali terlintas ketika mendengar kata 'beruntung'. Keberuntungan selalu diikuti oleh kebahagiaan, dan kebahagiaan selalu diikuti oleh senyuman. 'Untung' sering menjadi faktor pembantu suksesnya hitung-hitungan kancing baju siswa ketika ujian. 'Untung' sering menjadi makelar jenjang karir seseorang. 'Untung' juga sering menjadi mak comblang  jaka x duda ataupun gadis x janda.

Beruntung juga identik dengan perasaan lega setelah lolos secara aman dari keadaan "nyaris". Tak jarang kita mendengar kisah (baik fiksi maupun nyata) bahwa 'untung' sering menjadi penentu hidup dan matinya seseorang.

Tapi sebenarnya, apakah UNTUNG itu? 

Posted by Widhi Satya | at 12.11 | 0 comments

Lamunan Payung



Tik.. Tik.. Tik..
...
Hujan...
Semakin deras. Semakin basah. Semakin teduh. Semakin riuh.

 
Aku suka sensasi ini. Aku gila sensasi ini! Sensasi ketika butiran-butiran itu menerpa wajah dan seluruh tubuhku. Sensasi ketika tubuhku dibuat menggigil sekaligus segar olehnya.

 
Hujan.. Dalam terpaanmu.. Aku merasa nyaman. Aku merasa hidup!

Posted by Widhi Satya | at 08.47 | 0 comments

April (Tak Berjudul)



APRIL MOP!!!

Kaget? dongkol? Ngumpat? Nyaci maki? Bebas! Ini april mop!

***

April Bodoh dan Konyol

Andai aku masih seorang remaja hijau (aku heran kenapa remaja dimajaskan dengan "hijau) bisa dipastikan aku akan latah dengan hingar bingar April Mop yang, sekarang ini kukategorikan: tindakan bodoh, lelucon "konyol".

Posted by Widhi Satya | at 14.21 | 0 comments

Pemulung dan Koran Lusuh



Pemulung itu masih mengais-ngais diantara timbunan barang bekas. Berharap kiranya masih ada benda yang "layak" untuk dipungut.


Siang yang panas terasa menyengat di kulitnya yang semakin legam. Dalam posturnya yang kecil itu tersimpan bauran perasaan pahit dan kerasnya kehidupan. Postur tubuh yang selayaknya didudukkan pada bangku kayu bersama anak sebayanya, pinggul yang ingin berontak menuntut haknya dibalutkan celana pendek merah menyala, yang diamini oleh dada dan pundak yang ingin pula dislimuti dengan kemeja berwarna putih nan santun.

Posted by Widhi Satya | at 08.54 | 1 comments

Adayangbisabacaini?




Spasi dan Koma

Ada yang bisa membaca judul di atas? Tentu ada. Tetapi tak dapat dibandingkan tingkat kesulitannya jika terselip spasi pada tempat yang seharusnya dalam kalimat judul di atas.


 

Menulis kalimat tanpa spasi selain menyulitkan, dapat pula menyesatkan. Jangankan tanpa spasi, hanya karena tanpa koma, sebuah kalimat dapat melahirkan artikulasi yang beragam dan bahkan rancu.


 

Sering kita dengar kalimat "Kucing makan tikus mati" atau "Tentara berkumis hijau celananya membawa pentungan" dan lain sebagainya. You'll get a wrong picture unless you put a coma in a right place there.


 

Itulah fungsi koma maupun spasi. Jika telah diketahui bahwa sesuatu "hal" memiliki fungsi, maka tak diragukan lagi pentingnya "hal" tersebut.

Posted by Widhi Satya | at 08.34 | 0 comments

Persipura : Persepakbolaan Pelipur Lara




Terkejut. Itu kesan pertama saat gol pertama bersarang di gawang Persipura padahal pertandingan belum genap satu menit.

Buyarlah semua harpan. Harapan karena bermain di kandang. Harapan bermain lepas karena nothing to lose.

Harapan yang mungkin telah demikian pongahnya hingga menyangka kemenangan dari Juara tiga kali beruntun J-League, tinggal menunggu menjadi nyata.

Posted by Widhi Satya | at 09.17 | 0 comments

KSN dan Wacana Pelengseran Nurdin Halid



Kongres Sepakbola Nasional 30 - 31 Maret 2010 sedang digelar. KSN yang diketuai mantan Ketua Umum KONI Agum Gumelar ini digelar, berawal dari kekecewaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta insan sepak bola nasional terkait semakin mundurnya prestasi sepak bola Indonesia di bawah kepemimpinan Nurdin Halid.

Selain terkait carut-marutnya kompetisi dan maraknya kerusuhan supporter, Indonesia gagal di sejumlah turnamen internasional. Selain babak belur di babak penyisihan SEA Games Laos, timnas senior Indonesia gagal menembus final Piala Asia di Qatar. (metrotvnews, 27/03/10) 

Kongres tersebut mengagendakan penjabaran tiga masalah yaitu organisasi, prestasi, dan dana. (Kompas, 30/03/10). Apapun agenda dan prosesnya, semoga hasil yang terbaik dapat dihasilkan.

Posted by Widhi Satya | at 14.09 | 1 comments

DPR = Dewan Per-alay-an Rakyat







6n / 55 DH PeRn4H lt tul54n Yan6 k3k 6n lM?
p6mn 64n / 55? b5 bcNya k6k?
5us Yk? wkwKwk

tuL5n N dd3D1k5kn b4t pr 4lY... d4r jns, kLmpk, m3reK, t1p, r5, 3tc lH!

MHn dbC b2 YK? mS1 Lm N63rt ju6 y 6mn c4rNy bac N tl54N? wakk! 6W j4 k6 t4u!!! gbRk!!!
***

Merasa dejavu? Pernah melihat tulisan seperti itu sebelumnya? 

Alay! Begitu mereka biasa dijuluki.

Posted by Widhi Satya | at 16.33 | 1 comments

Penguasa!! Berilah Hambamu....



Preambule
20 Maret 2010. Tanggal terakhir aku menorehkan ideku ke dalam tulisan. 8 hari yang terasa berkali lipat lamanya untukku. Sungguh... 8 hari yang entah dikatakan nikmat ataukah menderita.


8 hari yang biasanya setelah subuh atau malam kugunakan untuk menulis.. tetapi sebaliknya kuhabiskan untuk hal-hal tak berguna. 


Terima kasih malas... karena selalu setia dalam keterpurukanku... keenggananku... kelemahanku... kenikmatan (semu)ku... kekhilafanku... kebodohanku... keakuanku... 

Posted by Widhi Satya | at 13.20 | 0 comments

Rintihan Ponselku




Dear Empu, lama kau tak menyentuhku. Lama pula kau tak membuka SeleQ-ku untuk kau tulisi semua yang ada di pikiranmu.


 

MobiReader-ku pun tak pernah lagi kau isi dengan bacaan-bacaan bermutu. Bacaan yang dulu kau masukkan ke sana pun sampai basi karena tak pernah kau baca.


 

Alasanmu karena mood. Mood lah yang selalu kau salahkan sebagai pembunuh ide-ide kreatifmu. Tanpa kau sadari, mood itu akan membunuh keinginanmu. Dan pada akhirnya dia akan membunuh dirimu.


 

Lalu, masihkah kau akan berlindung di balik ketiak mood itu?

Posted by Widhi Satya | at 16.21 | 2 comments

Aku Benci Menulis



Write = suck!


 

Aku benci menulis. Karena perspeksiku, Menulis itu membosankan. Menulis itu memuakkan. Menulis itu kaku. Menulis itu "sok". Menulis itu bukan hak orang ber-IQ jongkok sepertiku. Menulis dalam daftar cabang seni versiku, terletak hanya satu strip di atas seni rupa (cabang seni yang tak akan pernah kukuasai karena terbentur tembok "bakat).


 

Write's simply suck!

Posted by Widhi Satya | at 16.13 | 1 comments

Kehidupan Amburadul-ku



Lahir, kanak, sekolah, kuliah, kerja, punya anak, punya cucu, mati.

Itu jika dideretkan secara subjek. Dan jika dideretkan secara predikat akan membentuk sebuah hubungan :

Lahir, bermain, belajar, berkarya, berdedikasi, berpulang.

Itulah hal-hal yang mayoritas dari kita alami, ketika hidup. Sesimpel itu? Memang sesimpel itulah hidup.

Ada yang bilang hidup itu mudah. Ada yang bilang hidup itu sulit.

Ada yang mempermudah (ke)hidup(an). Ada pula yang mempersulit (ke)hidup(an).

Posted by Widhi Satya | at 11.41 | 1 comments

Gotong Royong


Hasil gotong royong kemarin: beberapa memar, beberapa luka lecet, serta bau keringat yang masih membekas. Semuanya membuatku merasa "sangat lelaki".

Desaku
Entah ini cuma menurutku saja, entah memang fakta, tapi kurasa kegiatan gotong royong hanya ada di desa "tradisional" saja. Kalaupun ada, daerah perkotaan, perumahan elit, yang menyelenggarakan kegiatan gotong royong, itupun sangat jarang.

Posted by Widhi Satya | at 08.52 | 0 comments

Namaku di Mbah Gugel



Iseng-iseng.
Google.Com >> Widhi Satya >> search.

xxx results found.



***

Posted by Widhi Satya | at 14.37 | 2 comments

"Nasi" Itu Bernama Umpatan



Alkisah di sebuah terminal:


"Bajingaaan!"


"Bang jangan ngomong kasar-kasar"


"Keparaaat!"


"Udah bang, ga bae ngomong kasar gitu"


"Bangsaaat!"


"WOI! ANJING! Budeg lo ya! Gw bilangin dr tadi ga ngerti-ngerti!"



***

Alkisah di sebuah sekolah, dalam salah satu kelas:

"Baik anak-anak.. Siapa yang bisa mengerjakan soal di papan tulis? Silakan maju ke depan"

Posted by Widhi Satya | at 14.30 | 2 comments

Wikenpedia


"Windows is shutting down..."

Komputer telah kumatikan. Setelah membereskan beberapa benda yang berserakan, berangkatlah aku pulang.


Hari ini, Sabtu sore yang cerah. Setelah diguyur hujan yang sangat lebat, nuansa sore ini menjadi begitu cerah tapi sejuk, dan tentunya indah. I love beautiful evening..


Tak seperti biasanya, sabtu sore aku pulang dari tempat kerja. Semenjak kuliahku cuma satu kali seminggu, maka setiap hari kuhabiskan waktuku untuk bekerja. Tak terkecuali hari ini.

Posted by Widhi Satya | at 08.07 | 0 comments

Antre...

 Pukul tujuh pagi. Kupacu motorku sekencang mungkin. Tujuan pertamaku adalah Bank. Demi menghindari antrean panjang, aku sengaja berangkat pagi-pagi sekali.

***


Nomer 11. Aku menghela nafas. Kulirik jam dinding. Pukul setengah delapan pagi. Pun, antrian sudah 2 digit. Padahal kasir buka pukul 8.15.


Posted by Widhi Satya | at 20.45 | 1 comments

Ukhuwah, Sebagai Atap "Rumah"...



Tik.. Tik...

Tetesan air jatuh dari beberapa titik atap rumahku.

Ada yg cuma tetesan kecil, namun sebagian besar menjadi "hujan lokal" dan sampai harus ditadah dengan ember, kala hujan lebat.

Dulu, kebocoran rumahku tidak separah ini. Bapak dengan rutin mengontrol titik-titik rawan bocor rumah,sehingga tingkat kebocoranpun bisa diminimalisir.

Posted by Widhi Satya | at 09.18 | 1 comments