Adayangbisabacaini?




Spasi dan Koma

Ada yang bisa membaca judul di atas? Tentu ada. Tetapi tak dapat dibandingkan tingkat kesulitannya jika terselip spasi pada tempat yang seharusnya dalam kalimat judul di atas.


 

Menulis kalimat tanpa spasi selain menyulitkan, dapat pula menyesatkan. Jangankan tanpa spasi, hanya karena tanpa koma, sebuah kalimat dapat melahirkan artikulasi yang beragam dan bahkan rancu.


 

Sering kita dengar kalimat "Kucing makan tikus mati" atau "Tentara berkumis hijau celananya membawa pentungan" dan lain sebagainya. You'll get a wrong picture unless you put a coma in a right place there.


 

Itulah fungsi koma maupun spasi. Jika telah diketahui bahwa sesuatu "hal" memiliki fungsi, maka tak diragukan lagi pentingnya "hal" tersebut.


Dalam konteks kali ini adalah koma dan spasi. Bukan, aku tak ingin membahas tentang kajian (membosankan) "Ejaan Yang Disempurnakan". Karena aku tak memiliki cukup ilmu tentang kebahasaan. Menggurui tanpa menguasai sama halnya dengan menyesatkan tanpa pertanggungjawaban. Seperti kasus dalam ruang bimbingan skripsi, dimana dosen tanpa penguasaan seutuhnya tentang ilmu tata bahasa, memberi berbagai koreksi dan ceramah tentang ejaan yang disempurnakan. Konyol, ejaan yang dibenarkan oleh dosen pembimbing, tetapi kemudian disalahkan oleh dosen penguji. Alih-alih mengoreksi substansi dari karya ilmiah, yang terjadi adalah berkutat pada perdebatan klise ejaan yang disempurnakan versi pribadi dosen masing-masing.


 

Tinggalkan pengalaman pahit yang memuakkan itu. Kembali ke konteks spasi dan koma. Mereka adalah jeda, mereka adalah sekat, mereka adalah titik singgah sementara.


 

Spasi dan Koma Hidup

Tentu saja hidup tak bisa diibaratkan dengan hal sesimpel kalimat. Tetapi, minimal dapat diketahui bahwa : "membaca kalimat tanpa spasi itu sulit" sama sulitnya "memahami kalimat tanpa koma". Tingkat kesulitan keduanya hampir mencapai kemustahilan.


 

Membaca Kalimat Tanpa Spasi

Manusia sebagai makhluk biologis memiliki hak. Istirahat berupa relaksasi maupun tidur lelap. Mustahil seorang manusia tak tidur, seperti mustahilnya membaca kalimat tanpa spasi. It's absurd!


 

Memang, kalimat tanpa spasi masih bisa dibaca dan dipahami, pun manusia tak akan mati ketika tak tidur sehari. Akan tetapi, jika kalimat tersebut berkembang menjadi paragraf…Mustahil manusia hidup normal tanpa sebuah "spasi".


 

Kesibukan baik itu kewajiban maupun kegemaran sering kali menerobos batas "spasi". Alasan deadline, alasan tanggung, dan sebagainya sering dijadikan sebagai pembenaran dalam menghapus spasi.


 

Pernah kubaca dalam sebuah artikel bahwa manusia dalam sehari butuh minimal 3-5 menit waktu untuk sebuah relaksasi. Entah itu dengan mendengarkan musik, jalan-jalan, membaca bacaan ringan, dan lain sebagainya, apapun asalkan tidak menguras konsentrasi.


 

Begitu juga dengan "istirahat besar". Orang dewasa butuh setidaknya 5 jam tidur lelap minimal serta maksimal 8 jam. Kurang dari itu, akan menyebabkan tidak fitnya badan serta kurangnya konsentrasi. Lebih dari itu dapat menyebabkan kemalasan bahkan para ilmuwan menyebutkan dapat memperpendek usia (yang ini aku tak percaya karena usia ditentukan Tuhan bukan tidur).


 

Istirahat kecil maupun besar seringkali dipandang sebelah mata. Tidak hanya sekedar melulu urusan santai dan tidur, tapi sudah masuk kepada menzalimi hak tubuh. Dengan mengabaikan kebutuhan tersebut mungkin Anda akan mendapatkan "hasil" yang lebih. Tapi, perlu dicamkan bahwa : uang memang bisa membeli kesembuhan, tapi uang tak kan pernah bisa membeli kesehatan.

 
Memahami Kalimat Tanpa Koma

Koma ; jeda ; pemberhentian sejenak. Tanpa koma, sulit memahami kalimat secara maksimal dan dalam waktu yang singkat. Itulah perlu dan pentingnya sebuah jeda, pemberhentian sejenak.


 

Manusia seringkali mengalami kebuntuan berfikir akan solusi sebuah masalah yang sedang dihadapinya. U can't just force it. Jika belum bisa, tak usah dipaksa, jika lelah, letakkanlah sejenak, tapi jangan menyerah.


 

Karena dengan meletakkannya sejenak, dan dalam jeda tersebut, seringkali diperoleh solusi dari jalan yang tak diduga-duga. Kalaupun tak ada keajaiban dari jalan accidental tersebut, paling tidak dengan menjedakannya, u can see what u can't see before clearly.


 

Seringkali, sebuah solusi tidak juga didapat meskipun telah mengerutkan dahi, menguras keringat, memeras otak, tetapi dengan mengalihkan perhatian sejenak, akan terlihat apa yang sebelumnya tak terlihat. Yang sebelumnya kabur menjadi jelas, yang sebelumnya acak menjadi tersekat, terpola, dan tertata.


 

Seperti pentingnya sebuah koma sebagai jeda dalam konteks kalimat, begitupun mengalihkan perhatian sejenak setelah berfikir dan berusaha mati-matian. Bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai titik balik. Defend to counter.


 

Why so Serious?

Sebagai penutup, bahwa segala sesuatu tak semengerikan apa yang terlihat. Cobalah melihat sejenak, dari sudut pandang yang berbeda. Anggaplah Anda sebagai orang lain yang sedang melihat Anda sendiri. See? It's not that horrible.


 

Merutuki nasib juga tak akan menjadi solusi. Karena seburuk dan separah apapun nasib Anda, u're not the worst. Try to look below you. Banyak yang masih lebih "sengsara" dibanding Anda. So, stop blaming. Instead, why not be thankfull for what you got?


 

Sekian tulisan saya. Bukan bermaksud menggurui cuma sekedar ingin berbagi. Daripada mencibir kesoktauan saya, just take what important and throw away what useless.


 

Take it easy buddy…


 

Why so Serious? n_n


Posted by Widhi Satya | at 08.34

0 comments:

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...