Lamunan: Rumahku vs Bank Megah


"Ini slipnya… Tolong segera dibayarkan sebelum tanggal 15 ya?"


***

Tak terasa satu semester telah berlalu. Sangat cepat. Seperti baru kemarin saja. Dan, seperti biasanya, awal semester merupakan masa yang paling dinanti-nanti oleh pihak universitas. Sebaliknya, menjadi masa yang 'memberatkan' bagi mahasiswa sepertiku. Ya, membayar biaya perkuliahan


***

Fiuh… setelah antre berlama-lama, akhirnya selesai juga. Sebelum berlalu, aku membalikkan badan. Kupandangi sejenak bangunan megah yang berdiri congkak di depanku. Begitu megahnya, jika dibandingkan rumahku yang reot, ibarat membandingkan Omas dengan Sandra Dewi. Tentu saja bank itu Omasnya. Haha bercanda.


Meskipun begitu, meski rumahku kecil, dengan cat telah pudar di sana-sini, atapnya juga sering bocor kala hujan, tapi rumahku jauh lebih nyaman dan aman dari bank megah nan mewah itu. 



***

Rumahku tak membutuhkan polisi penjaga di depan pintu masuk. Hingga kau pun tak perlu merasa 'angker' ketika memasuki rumahku. Sebaliknya, senyum ramah tuan rumah-lah yang kau dapatkan.


Tak seperti bank, kau tak perlu antre berlama-lama hanya untuk dilayani. Layanan cepat dan segera, serta senyum ikhlas dan bukan kepura-puraan sebagai imbal balik 'jasa' akan segera kau dapatkan.


Juga tak seperti bank, ketika kau duduk, yang kau pegang nomor antrean. Di rumahku, kau duduk memegang gorengan serta teh yang semuanya disajikan masih dalam keadaan hangat. Asapnya yang mengepul, akan segera mengundang seleramu. Tak perlu sungkan, apa yang tersaji di depanmu, dapat kau nikmati sepuasmu.


Di bank, kau dipanggil dengan nomormu. Nama yang boleh jadi, orang tuamu berkeringat darah memikirkan yang terbaik sebagai namamu, seolah semua usaha mati-matian orang tuamu sia-sia belaka. Di rumahku, kau berhak mendapatkan rasa hormat dariku, sejauh kaupun menghormatiku. Tak hanya namamu kusebut, akan kuberi bonus 'Bapak' atau 'Mas' jika kau lebih tua dariku.


Di bank, kau dilayani oleh kasir yang melayanimu hanya sebatas tugasnya. Sebaliknya, di rumahku, kau bebas bercengkerama apapun. Kau bebas meluapkan semua keluhanmu. Bercanda dan tertawa sepuasmu. Hingga, tanpa kausadari waktu terasa berlalu begitu cepatnya, yang jika di bank, 1 menit dalam antrean terasa begitu menyiksa.


Rumahku tak membutuhkan penjaga malam. Hingga aku bebas tidur sepuasku tanpa perasaan 'was-was'. Kau pun akan diterima dengan tangan terbuka jika ingin bermalam di rumahku. Coba, praktikkan ini di bank, tentu jawaban yang akan kau dapatkan "Ditaroh di mana tu mata! Ini bank bukan hotel‼!"


***

Di balik kemewahan dan kemegahan itu, begitu paradoks perbedaannya dengan rumahku yang kecil. Lalu, untuk apa uang bermilyar-milyar itu dihamburkan jika kenyamanan yang didapatkan hanyalah semu dan sebatas formalitas belaka? Manusia dan peradabannya, menjadikan gengsi dan bonafiditas sebagai berhala barunya. 


***

Baiti jannati. Meskipun kecil, dan juga tak sampai menghabiskan uang milyaran untuk membangunnya, tapi keamanan dan kenyamanan menjadi jaminan yang tak terbantahkan.


***

Suatu waktu, jika ada kesempatan, mampirlah ke rumahku…


Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. [HR Muslim]
***

Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa
Semuanya ada di sini...
Rumah Kita..


Posted by Widhi Satya | at 12.52

0 comments:

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...