Sekedar Ingin Menyapa...
"Assalamu'alaikum.. Warahmatullah... Wabarakaatuh.. Lama banget ga da kabar? Sehat ja kan? Sibuk apa sekarang?"
***
Tak lebih dari lima kalimat, untuk mengawali silaturahmi. Tak lebih dari satu jam untuk merekatkannya kembali.
Kesibukan... Entah itu berupa tanggung jawab pekerjaan, masih terikat studi, atau benar-benar malas kemudian melupakan, seringkali menjadi alasan pelarianku untuk tetap menjaga tali silaturahmi.
Tanpa kusadari, berhala bernama "materi" sedikit demi sedikit telah mengikis rasa kepekaanku terhadap kehidupan sosial.
Hari demi hari, kuhabiskan waktuku demi mencukupi kebutuhan materi, yang bahkan aku sendiri tak pernah tahu kata cukup dan kapan harus berhenti.
Materi takkan pernah habis dan takkan pernah selesai untuk dikejar. Ah... Bodohnya aku. Diperbudak materi, dibendakan benda. Hingga, tanpa sadar, waktuku yang begitu berharga, tak kualokasikan dengan proporsional.
Imbasnya, hanya untuk duduk menemani bapak minum teh, menyaksikan acara teve favoritnya, berbicara, mendekatkan hati dan hati pun aku beralasan "tak punya waktu" pada diriku.
***
"Assalamu'alaikum! Eh ada tamu.. Dah dari tadi Pak Sus?"
"Udah.. Mas Widhi baru pulang kuliah apa kerja ne?"
"Dua-duanya! Hehe. Duduk dulu.. Belom dibikinkan minum ya? Mau minum apa Pak Sus?"
"Ga usah repot2.. Cukup air putih yang dikasih api nyala!"
"Haha"
...
***
Ah... Lama sekali rasanya. Aku tak ingat, kapan terakhir kali aku duduk menemani tetanggaku yang sering sekaki sengaja meluangkan waktunya berkunjung ke rumahku.
Meski hanya sekedar ngobrol ngalor ngidul, sesekali terbahak, tapi terasa sangat lepas. Jauh lebih menyenangkan daripada obrolan tentang tugas, mata kuliah, bisnis, omset, proyek, prospek dan tetek bengek lainnya.
Tak perlu intelejensia tinggi, untuk mengakrabkan diri. Karena berbicara adalah naluri dasar manusia. Buang semua remeh temeh penjagaan citra (anak muda jaman sekarang menyebutnya jaim), leburkan juga sekat-sekat 'kasta', maka segalanya akan mengalir dengan sendirinya.
***
"Wid, kalo ga cape, anterin bapak taziah. Mumpung belom ujan. Ato mo besok aja?"
"Siapa yang ninggal?"
"Ibunya mas Fitri"
"Innalillah.. Sekarang aja pak. Saya sholat dulu..."
...
***
Lama sekali aku tak mengunjunginya. Mantan rekan kerja bapakku, yang karena usianya tak jauh beda denganku, akupun kemudian akrab dengannya. Lama tak ada kabar, justru kabar dukalah yang terdengar.
Dulu ketika ibu dan adikku, pun ketika keluargaku dilanda kemalangan, dia tak pernah absen mengunjungiku. Zalim jika aku tak mensegerakan mengunjunginya.
***
"Bang! Baru mo dibawa ke kuburan ya?"
"Eh! Lo wid..Kapan dateng?"
"Baru aja.. Assalamu'alaikum bang.. Ikut belasungkawa, semoga amal ibadah beliau diterima,diampuni dosanya,serta keluarga yang ditinggalkan agar diberi ketabahan"
"Makasih ya wid.. Gimana? Mo ikut ke kuburan?"
"Boleh deh, sapa tau besok gw mati. Biar dah tau jalan jadi ga perlu ngrepotin orang bawa-bawa mayat gua. Bisa jalan ndiri!"
"Haha! Becanda aja lo!"
***
Mungkin.. Aku setengah serius. Hal yang paling kuhindari adalah merepotkan orang lain. Dan andai saja, apa yang kukatakan bisa terjadi, aku lebih menginginkan demikian.
Sayangnya, manusia, yang telah dicabut nyawa dari tubuhnya (baca: mayat) tak mungkin secara wajar berjalan mondar-mandir layaknya manusia bernyawa.
Jika demikian adanya, tayangan semacam dunia lain, tak akan menjamur dan 'membudaya' pada zamannya.
Sehingga, mau tak mau, pekerjaan seperti memandikan,mensholati,memikul sampai makam, menggali, mengazani, hingga menutup kubur, merupakan rangkaian 'acara' yang pembawa dan pemerannya harus 'dipasrahkan'.
***
Jika mengetahui betapa tak berdayanya aku ketika telah tak bernyawa, masihkah aku begitu beratnya untuk paling tidak beritikad:
"Sekedar ingin menyapa..."
[caption id="attachment_134785" align="aligncenter" width="300" caption="sumber gambar : jocr8.com"][/caption]
1 comments:
Subhanallah,, sampai mati pun tidak mau merepotkan orang,,
Posting Komentar
i'm waiting for your comment...
share your opinion on the box below...