Nglatheh


"Kalau pagi tu shubuh jama'ah.. Setel tu alarm hape biar ga kesiangan! Makin lama kamu tu makin "nglatheh"(=ngawur; seenaknya; menyepelekan) ya!"


Begitulah semprot bapakku pagi itu. Kala aku tengah menyantap sarapan pagi, tidak biasanya beliau memberiku bonus lauk sarapan berupa wejangan.(kurasa terlalu bagus jika disebut wejangan)
Aku tercekat. Termenung sejenak. Tidak kupungkiri memang. Aku ini nglatheh. Sikapku yang super acuh dan seenaknya sudah menjadi perwatakanku, sampai banyak orang yang dibuat senewen karenanya.
Tapi apakah sikap nglathehku sudah sampai seakut itu?
Sampai-sampai perintah agama pun kusepelekan?
Astaghfirullah...

Aku tertampar. Benar-benar tertampar oleh kata-kata bapakku.
Rupanya aku benar-benar telah dibutakan oleh rutinitas duniawi, sampai-sampai hablumminallah pun hanya kuanggap sebagai rutinitas.

Sholat lima waktu, kadang jamaah, kadang tidak.
Padahal kebaikan 27 kali lipat itu pasti!

Shalat dhuha, kadang sempat, kadang tidak.
Padahal Allah tidak pernah tidak sempat mencurahkan segala karuniaNya padaku!

Qiyamul lail, kadang terbangun, kadang tidak.
Padahal Allah SELALU terbangun untuk mengutus malaikatnya turun.

Puasa senin kamis, kadang kuat, kadang tidak.
Sudah berapa catatan munkar nakir yang kosong oleh puasa senin kamis?

Kadang dan selalu kadang. Bukankah ini sudah menyepelekan?

Seorang karyawan, jika ia kadang hadir kadang tidak sekehendak hatinya, bukankah membuktikan ketidakseriusannya?Bahkan telah menyepelekan bosnya?

Akulah si karyawan itu, dan Allah sebagai Sang Maha-bos mungkin telah menganggapku menyepelekanNya.
Mungkin saat ini Dia sedang menatapku dengan tatapan murkaNya yang mengatakan

"Kemana ke-istiqomahan-mu yang dulu?"
...

Aku hanya terdiam.
Tak dapat mengelak.
Aku merasa sangat kecil di hadapan Sang Mahabesar..
Satu-satunya kata-kataku yang keluar hanyalah

"Ampuni aku ya Allah..."

Entah untuk keberapa kalinya kata tersebut terucap dari mulutku.
Sungguh hina kurasa diri ini..
Bergelimang dosa.. Merengek-rengek memohon ampunan atas kesalahan yang kulakukan (lagi) secara sadar sesadar-sadarnya.
...

Aku memang tidak bisa memaksaMu mengampuniku atau secara sembrono memintaMu menghapus dosaku.
Karena aku tahu, Kau akan mengampuniku ketika aku tidak lagi mengulangi perbuatan yang sama.
Karena aku tahu, dosa-dosaku yang teramat banyak hanya bisa dihapus jika aku telah meraih simpatiMu, sampai Kau anggap aku layak untuk memperolah rahman wa rahimMu di akhirat kelak.
...
Baik. Selagi kesempatan itu masih ada. Selagi ruh masih di badan. Sebelum menyesal kemudian. Perbaikan diri merupakan keharusan yang pasti!

Bismillahirrahmanirrahim...

Hanya Engkaulah yang aku sembah, dan hanya kepada Engkaulah aku meminta pertolongan.

Tunjukkanlah kepadaku jalan yang lurus.

(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
[surat yang selalu kubaca ketika sholat]

Posted by Widhi Satya | at 07.53

0 comments:

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...