Air dan Kucing



Minggu pagi.. Aku ingin sekali bermalas-malasan di hari minggu. Aku ingin dan aku bisa. Tapi tidak di pagi hari.

Pagi hari, lebih tepatnya pagi buta adalah waktuku beraktifitas yang berurusan dengan air.

Kenapa? Karena di desa (kampung) sepertiku, masih belum terjamah PDAM dan masih harus mengelola air bersih sendiri (bagi yang tidak ingin menggunakan air bekas irigasi). Air bersih ini didapat dari mata air pegunungan asli. Karena aku memang tinggal di daerah pegunungan. 

Tapi celakanya, mungkin karena kaur air di desaku kurang tahu, tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu sehingga menyepelekan soal urusan teknis manajemen air, maka kacaulah pembagian porsi air untuk masing-masing KK. 


Ada yang deras, tapi bahkan ada pula yg besarnya aliran cuma sederas orang kencing.

Sudah begitu, masih ditambah pula dengan permasalahan sabotase air di sana-sini. Dari mulai instalasi ilegal, sampai penyumbatan dengan sengaja aliran tetangganya demi kepentingan agar air di rumahnya deras.

Maka jadilah permasalahan air ini pemicu perselisihan dan perang dingin antar tetangga.

Tidak jarang kedinginan itu meningkat tensinya menjadi perang mulut (baca=perang gertakan) yang bagiku itu adalah hal bodoh yang sia-sia.

Aku lebih memilih mengalah. Lebih baik kecean (bermain air) di pagi buta. Karena jika hari sudah menginjak siang, aku benar-benar tidak kebagian jatah air karena air yang mengalir ke rumahku sudah kalah dan dicegat di rumah-rumah sebelumku.

Sejak kaur airku beserta para dewan staff-nya mengundurkan diri, lepas tangan. Entah karena menyadari ketidakbecusannya, entah karena memang sudah tidak mampu mengendalikan kebebalan warganya, atau entah karena lari dari tanggung jawab.

Aku tidak peduli. Aku pasrah. Aku masih bersyukur, meskipun harus berbasah-basahan di pagi buta.
Ya, aku sangat bersyukur.

Berapa banyak saudara kita setanah air yang harus rela antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan segalon air, yang mungkin hanya cukup untuk memasak.

Aku masih bersyukur meskipun harus pula mandi di pagi buta, tapi aku masih mandi memakai air bersih.

Lihatlah saudara kita di bantaran kali ciliwung, air sekeruh itu digunakan untuk keperluan sehari-hari. Mandi, masak, bahkan sampai untuk minum.

Jangan tanyakan arti higienis dan steril bagi mereka. Karena itulah pilihan mereka satu-satunya.

Kali ciliwung dan air keruhnya, cerminan keruhnya suasana ibukota.

Jika mengingat itu semua aku benar-benar bersyukur...

Tidak usahlah jauh-jauh.

Kebumen. Kota di mana keluarga dari bapakku tinggal. Jika aku liburan ke sana dengan bapakku, jika sudah sampai urusan kamar mandi, sungguh merepotkan. 
Mulai dari menimba air untuk wudlu dan mandi, sampai yang paling menyedihkan adalah jamban di tengah sawah. Ya, karena jambannya adalah sawah itu sendiri. Menggali kemudian mengurug. Benar-benar seperti kucing. 

Sampai sekarang, jika bukan karena kuasa dan ilham dari Allah, aku mungkin akan terus terheran-heran mengingat bagaimana kucing tahu harus mengurug kotorannya sendiri begitu dia selesai buang hajat.

Mahasuci Allah... Kucing saja diilhami dengan etika, kenapa manusia yang (katanya) memiliki akal, masih saja mengedepankan egonya sendiri?

Apakah jika semua wargaku dikumpulkan di satu ruangan kemudian dipertontonkan berita tentang daerah yang kesulitan air mereka akan sadar dan bersyukur?

Jika belum, apakah jika setelahnya mereka dipertontonkan berita tentang warga di bantaran kali ciliwung mereka akan sadar dan bersyukur?

Jika masih belum juga, kurasa mereka harus dipertontonkan adegan kucing buang hajat.
Wallahua'lam bisshowab...

Posted by Widhi Satya | at 10.01

2 comments:

Anonim mengatakan...

Membaca Kebumen, saya juga asli Kebumen, tapi Alhamdulillah tidak mengalami segala hal yang disebutkan di atas. Tapi karena Kebumen memang tak selebar daun kelor, mungkin saja masih ada yang seperti itu, dan aku bersyukur tidak perlu mengalaminya.

Widhi Satya mengatakan...

asli kebumen ya mas? di profil saya lihat banten...

Daerah asli bapak saya, di kecamatan buluspesantren. nama desanya Tanjungreja.

salam kenal, salam ukhuwah...

regard
Widhi Satya

Posting Komentar

i'm waiting for your comment...

share your opinion on the box below...